Powered By Blogger

Senin, 02 Mei 2011

Kuliner Usil ( 1 )


Gorengan

            Apakah anda penyuka gorengan ? gorengan makanan murmer, murah dan meriah , dengan uang lima ratus rupiah , kita bisa mendapatkannya sebuah , makan 2 atau 3 potong cukup untuk sedikit mengisi perut atau membunuh waktu kala kita menunggu angkutan umum , menunggu antrian dokter, dan lain – lain.
            Ada sesuatu  yang mengganjal hati saya tentang makanan yang bernama khas gorengan ini . Bukan dari namanya, tetapi dari cara pengolahan dan perhitungan ekonomis penjual gorengan tersebut. Hampir setiap malam , saya mendapati seorang penjual gorengan itu membuang gorengan dagangannya sebanyak satu kantong plastik besar , yang saya perkirakan berjumlah ratusan. Satu kantong plastik itu berisi gorengan yang tersisa atau yang tidak laku terjual pada hari tersebut, dan penjual tersebut juga masih memiliki sebuah kantong yang berisi gorengan yang dapat ia goreng kembali esok harinya, seperti tahu atau tempe. Weleh weleh weleh !
            Yang menjadi perhatian saya adalah mengapa harus dibuang ? mubazir banget ? apa gak ada cara lain ? Saya mencoba mengurai semua ini dengan cara santai tapi mudah – mudahan bermakna.
Seorang penjual gorengan menggoreng barang dagangannya dengan minyak goreng curah, dengan tentu saja dengan pertimbangan minyak jenis ini lebih murah dari minyak jenis kemasan. Saya tidak mempermasalahkan ini jika para penjual menggunakan minyak goreng ini sesuai aturan , mengganti minyak tersebut dengan minyak yang baru setelah satu hari pemakaian atau maksimal dua hari pemakaian. Tetapi pada kenyataannya minyak tersebut tidak pernah diganti , yang ada adalah para penjual hanya menambahkan minyak goreng yang tersisa dengan minyak goreng yang baru. Bayangkan kandungan lemak jenuh pada minyak tersebut ? yang akan segera menempel pada gorengan yang dijual dan akan segera tersalur kepada si pemakan gorengan tersebut . caranya cukup mudah bila kita tidak mempunyai bukti otentik bahwa minyak gorengan itu tidak pernah diganti, beli saja gorengan , lalu makan. Tungggu beberapa saat , maka saat kita bersedawa, akan keluar rasa yang tengik , yang mungkin tidak hilang sampai satu hari. ( maksudnya bila kita bersedawa , rasa tengik itu tetap terasa sepanjang hari, bila kita memakan gorengan di siang hari maka sampai malam pun masih terasa tengiknya).
            Penentuan harga jual ? saya pikir nafsu dan keserakahan penjual dalam mencari untung lebih mendominasi dalam penentuan harga jual gorengan ketimbang pemikiran rasio untung rugi. Mengapa saya mengatakan demikian ? Bahan – bahan untuk membuat gorengan adalah bahan – bahan yang relatif murah. Penggunaan minyak curah , serta penjual membuang sisa jualan setiap hari , toh mereka tetap berdagang keesokan harinya. Kalau para penjual itu merugi, saya rasa penjual tersebut tidak akan mempunyai modal untuk kembali berjualan. Pada tahap ini saya tidak ingin membahas seberapa besar penjual gorengan itu mengambil keuntungan, atau dengan perhitungan apa penjual gorengan tersebut menentukan harga jual. Saya hanya ingin mencoba menggambarkan hal – hal yang saya lakukan bila saya adalah penjual gorengan.
            Jika saya menjadi penjual gorengan , maka saya akan memakai bahan- bahan berkualitas baik . walau mungkin saya tetap menggunakan minyak curah sebagai minyak gorengannya , dengan catatan saya akan mengganti minyak tersebut setelah satu hari dipakai berdagang. Bila ternyata diakhir penjualan , saya masih memiliki banyak sisa gorengan . maka keesokan harinya saya mungkin berpikir , saya akan memberikan bonus 1 atau 2 potong gorengan bagi pembeli yang membeli gorengan saya 10 potong. Dan jika masih mempunyai sisa juga , maka saya akan mencoba mengurangi bahan – bahan gorengan yang akan saya jual.
Dengan kualitas persiapan penyajian yang baik , saya rasa , daya jual juga semakin baik. Karena apa ? orang atau masyarakat semakin paham akan nilai kesehatan, mereka juga tahu betul berapa biaya yang mesti mereka keluarkan jika mereka sakit.

Harus ada penyuluhan bagi para penjual gorengan atau penjual makanan pada umumnya , mungkin dari dinas kesehatan atau perindustrian, sehingga para penjual gorengan memahami aspek – aspek yang mesti mereka ketahui selain mendapatkan untung besar. Sehingga ketika seseorang membeli gorengan , bukan hanya terjadi transaksi ekonomi, tetapi juga terdapat kearifan manusiawi yang tentunya menguntungkan kedua belah pihak. Sebuah gorengan harus disajikan secara sehat dan enak , sehingga dalam setiap potong yang masuk ke dalam mulut kita tidak disertai dengan perasaan was - was atas kesehatan kita. Semoga !


Tidak ada komentar:

Posting Komentar