Powered By Blogger

Minggu, 10 April 2011

Semusim 4 mimpi

Kisah kita tidak pernah sampai kepada suatu bentuk ikatan. Setiap kali kita mencoba untuk memulai, tak perduli,  dirimu atau diriku yang mengambil inisiatif, semua percobaan itu akhirnya tak berujung bahagia. Selalu ada saja penghalang. Setelah berpisah satu dekade lebih, akhirnya kita berjumpa lagi. Perjumpaan melalui sebuah jejaring sosial. Ternyata kita masih sama-sama sendiri. Dan diriku pun berinisiatif untuk mendekatimu. Seperti biasa, perjalanan pendekatan inipun tidak semulus jalan tol jagorawi. Hingga akhirnya membuatku cukup putus asa, berlalu dan pergi.

Ini adalah mimpi-mimpi yang menghiasi perjalanan pendekatan kembali diriku kepadamu.

Mimpi pertama :
Kita berjumpa dan ku tak ingat dimana tempat itu . Di tempat itu engkau mengomel tiada henti, omelan yg berisi kronologis masa lalu kita. Semua ucapanmu menyalahkan aku. Aku yang membuat kita tidak pernah bersama, engkau berkata : kamu lebih memilih temen–temenmu ketimbang diriku, kamu malu mengakui aku sebagai wanita yang kau suka dan kau cinta. Dan saat itu engkau menyebutkan sebuah nama, nama seorang karibku . Menurutmu, karibku berperan besar dalam gagalnya kita merajut hubungan kasih. Aku terdiam saja dan akhirnya akupun menyetujui semua ucapan dan omelan dirimu. Aku memang melakukan semua itu.

Mimpi kedua :
Kita berjumpa lagi. Kali ini suasananya berbeda. Sepertinya kita berkumpul bersama teman–teman yang mempunyai hobi sama dengan kita. Suasananya cukup meriah, tetapi dirimu menampilkan wajah yg murung. Beberapa teman, mengolok-olok kita. Teman–teman ingin kita memanfaatkan momentum pertemuan yg tadinya beramai-ramai menjadi pertemuan kecil, hanya kau dan aku.

Awalnya dirimu enggan dan dengan raut wajah terpaksa akhirnya kaupun mengikuti diriku, berlalu dari keramaian. Setelah keramaian teman-temanpun mulai jauh terdengar, sayup terdengar mereka sempat bersorak-sorai mendukung pertemuan privat kita. Kesal hatiku melihat wajahmu yang terus-menerus menunjukkan keterpaksaan. Akhirnya aku berbicara kepadamu : Mengapa raut wajahmu begitu suram? Tak ingin bertemu dengan diriku? Merasa terpaksa? Bila kesemua jawaban itu adalah iya, maka dirikupun takkan memaksamu dan menyiksamu dengan pertemuan 4 mata ini. Tak satu katapun keluar dari mulutmu. Tak ada gelagat tubuhmu yang mengiyakan pertanyaanku. Perlahan namun pasti akupun menjauh dari dirimu.

Mimpi ketiga :
Sebuah setting situasi dan tempat yg hampir sama, aku kira, di sebuah acara kumpul-kumpul orang yang memiliki hobi yang sama. Dirimu tiba-tiba muncul di hadapanku. Kau menyapaku begitu riang, begitu bersemangat seperti dulu, seperti dirimu yang aku kenal beberapa tahun yg lalu. Aku pun terdiam menanggapi keceriaanmu. Bukan karena aku tak suka caramu tapi karena dalam ingatanku, dirimu telah berubah. Sikapmu tidak lagi ramah, gayamu tidak lagi ceria kalau berhadapan dengan diriku. Dalam bimbang aku terdiam. Dan yakin, ku katakan ini tidaklah nyata.

Mimpi keempat :
Sebuah sosok muncul. Sepertinya sosok ini mengenakan jubah yg seluruhnya berwarna putih. Aku tak tahu persis, sosok wanita atau sosok pria. Wajah sosok inipun sangatlah samar, yang sangat jelas adalah kata–kata yang diucapkannya. Sosok tersebut berujar : Jangan dekati dia, saat ini dia sedang dengan dengan pria lain. Bila dia memang berjodoh dengan pria tersebut maka dia akan pergi darimu dan bila dia gagal dengan pria tersebut maka dia akan kembali kepadamu. Karena sebenarnya kalian saling terikat. Eit...eit...eit, akupun menjawab kepada suara sosok itu : Enak amat dia! Kalo dia bisa bersama yang lain mengapa aku tidak?  Bagaimana jika aku mengubah jalan ceritanya? Biarkan aku bersama yg lain dan dia juga bersama yang lain. Kalau aku harus menunggu dia gagal dengan yang lain baru bersama denganku, ini tidak adil bagiku, ini berarti ikatan hanya berlaku untukku. Sosok itu tidaklah menjawab skenario yang aku ajukan, sosok itu hanya terdiam dan menghilang. Masih dalam perasaan kesal akupun terbangun.

Dalam sadar aku pun bertanya, apa sih tadi itu? Dan dalam kesadaran yang sempurna, akupun memutuskan bahwa kita mungkin memang sebenarnya terikat. Keterikatan itu mungkin juga tidak mesti bersama. Keterikatan yang seharusnya membuat kita sama sama berbahagia dengan kenyataan yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar